Tuesday, May 24, 2016

Friendship never ends...

Memiliki sahabat kecil adalah karunia yang tak terhingga... mereka ada disaat aku bahagia, sedih, dan segalanya... Tak ada yang perlu ditutupi, mereka mengenaliku dan memaklumiku apa adanya...

Ada yang kukenal saat aku bahkan belum sekolah. Belum bisa membaca. Belum bisa menulis. Belajar ngaji bersama. Indahnya bila diingat ingat kenangan itu...

Dan sebagian besar persahabatan kami dimulai saat kami masih dibangku SD kelas 2. Tahun 1977, or 1978? Ah... sudah lama sekali..

Banyak yang aku ingat, tapi lebih banyak lagi yang tak kuingat. Temanku berkata, banyak lupa itu adalah preseden buruk terhadap insitusi sekolah ku dulu... halah.

Biarlah aku simpan semua kenangan itu. Sesekali bolehlah kiranya kalian mengingatkan yang manis itu.

Kita akan terus bersama sampai nanti... bahkan sampai hayat tak dikandung badan. Insyaallah.

Sahabat, panggil aku bila kau tak menemukan aku nanti di surga ya...

@ PMPP Sentul. 22 May 2016
Credit to Fani and Mas Dikdik. Thank you... :)

Thursday, August 14, 2014

Aku Mau Pulang, Ibu...

Matanya memerah. Air matanya berlinang. Suaranya parau memohon kepadaku untuk diijinkan pulang...

Ini bulan ke-2 Alif menjalani pendidikan di pesantren. Belum terlalu lama. Apalagi dipotong hampir 3 minggu libur Lebaran kemarin. Masih terhitung masa penyesuaian diri. Kami orang tua masih diperbolehkan berkunjung kapan saja menjenguk para santri. Masih melalui proses yang berat, buat si anak, juga buat ayah ibunya.

Membesarkan anak sekarang ini memang penuh dengan tantangan baru, yang tentu saja berbeda bila dibandingkan saat aku masih seumur dia sekarang, 12,5 tahun. Teknologi yang menguasai kehidupan saat ini sangat mempengaruhi perilaku anak. Ah... jangankan anak, harus kuakui, aku pun sering terlena dengan segala macam gadget ini. Hehe. Sulit menghindarkan diri dari "mainan" teknologi ini. "Memang ini sudah zamannya.", kata suamiku.

Alif, seperti anak lelaki seusianya, sepertinya mulai kecanduan bermain games di komputer. Malah belakangan mulai mengenali game online. Sesuatu yang sangat aku kuatirkan. Memang sih, kami sengaja menyediakan perlengkapan komputer dengan jaringan internet di rumah. Alasannya agar bisa diawasi. Karena kalaupun tidak disediakan di rumah, pasti akhirnya dia akan berusaha mencari di luar rumah. Warnet misalnya. Seperti yang terjadi dilingkungan sekelilingku. Semakin mengkhawatirkan :(

Games zaman sekarang juga mulai banyak yang menjurus ke arah sexualitas. Berdasarkan apa yang aku baca, gambar2 wanita seksi muncul begitu saja tanpa diminta di sela-sela permainan. Itu juga yang pernah aku pergoki di layar permainannya. Alif sudah akil baliq, setelah dia disunat 2 tahun yang lalu. Pasti dia sudah tertarik bila melihat hal2 sedemikian. Memang sudah kodratnya. Tetapi... jiwanya belum siap untuk itu. :( . Ini murni kekuatiran seorang ibu.

Pulang sekolah, yang dicari langsung komputernya. Apalagi saat libur, week-end, dari melek pagi hari sampai malam pun sanggup dia duduk di depan komputer. Saat diingatkan untuk makan ataupun sholat, sering menjawab dengan perkataan kasar dan berintonasi keras. Iya, dia merasa terganggu saat sedang konsentrasi menyelesaikan permainannya. Duh, kadang aku terkejut mendengar dan melihat reaksinya. Apalagi dikuti dengan suaranya yang mulai berat. Anakku yang dulu kecil sekarang sudah besar. Rasanya terlalu cepat dia besar... Rasanya pula, kami mulai tak berdaya melawan kemauannya yang satu ini. Hhhhh....

Selalu berada di dalam rumah, tidak menyukai aktifitas luar ruang juga mulai mengkuatirkan kami. Menolak bergaul dengan teman sekelilingnya pun membuatku merasa heran dengan perkembangannya ini. Takut dia menjadi orang yang tidak bisa bersosialisasi.

Inilah sebagian alasan mengapa kami memutuskan untuk memasukannya ke pesantren. Bukan... bukan karena perilakunya dapat digolongkan ke anak "nakal". Bukan. Alif masih berperilaku wajar. Kami cuma berharap Alif berubah perilakunya ke arah yang lebih baik.

Permulaannya pasti berat. Si anak tunggal yang biasa dimanja di rumah, sendirian, tak biasa berbagi, tiba2 harus sekamar dengan 9 anak lainnya. Berkenalan, menyesuaikan diri dan belajar memahami karakter teman2 baru sudah semacam shock terapy buatnya. Belum lagi masalah antri kamar mandi, makanan di pondokan, merapikan almari pakaian, mengatur baju dan buku, perlu dibiasakan untuk menyelesaikan sendiri. Termasuk gaya belajar dibawah pengajaran di sekolah baru.

Masih untung kata beberapa kenalan Alif mau menurut dimasukkan pesantren. Sebagian dari anak mereka bahkan menolak ide ini sebelum mencobanya. Ya memang, semua dibarengi dengan bimbingan dan pengarahan kami sebagai orang tuanya yang memberikan gambaran dan alasan kenapa dia harus sekolah di sana.

Alif masih bolak balik mempertanyakannya lagi dan lagi kenapa dia harus bertahan di sana. Berapa lama dia harus berada di sana. Semua tentu saja diperparah dengan keadaan lingkungan dimana hampir semua anak kelas satu mempunyai masalah yang sama. Tidak betah. Bahkan sudah ada beberapa anak yang mengundurkan diri, pulang setelah liburan kemarin ini.

Ini memang tahap kehidupan yang harus dilalui bersama. Tantangan tidak hanya untuk Alif, tapi buat kami orang tuanya. Berat merasakan perpisahan dengan anak satu-satunya. Tak ada yang menghibur lagi di rumah. Tapi tujuan untuk membuatnya siap menghadapi kehidupan nanti didepannya, lebih mandiri, membuat kami berusaha kuat untuk menjalaninya.

Seperti malam ini, aku merasakan rindu yang amat sangat kepadanya. Biasanya aku berusaha melupakan, karena biasanya ikatan batin ibu dan anak akan terjadi kontak. Dia pasti merasakan hal yang sama. Aku tidak ingin membuatnya semakin lemah, disaat banyak yang harus dilakukannya di dalam pesantren.

Kadang aku merasa kasihan padanya. Kegiatan memang dibuat padat agar tidak ada waktu luang yang ujung2nya melamun dan akhirnya membuat anak tidak betah. Kegiatan setiap hari dimulai sangat awal. Pukul 4 pagi sudah dibangunkan untuk persiapan sholat tahajud dan kemudian sholat Subuh berjamaah. Lalu bersiap untuk sarapan dan sekolah. Sekolah dimulai pukul 6.30 pagi dan berakhir pukul 2.10 siang setiap harinya, kecuali Jumat kegiatan sekolah libur. Diselingi istirahat setengah jam 10 pagi dan sholat Dhuhur pada pukul 12 siang lalu makan siang.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan ekstra kurikuler, break untuk sholat Ashar berjamaah, kegiatan ekstra kurikuler dilanjutkan sore sampai sebelum waktunya sholat Magrib berjamaah. Makan malam dan sholat berjamaah Isya waktunya sangat singkat. Setelah itu belajar bersama ataupun melanjutkan kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan diakhiri pukul 10 malam. Cukup melelahkan. Apalagi buat Alif yang aku biasakan tidur siang mengingat riwayat kesehatannya yang cukup sering sakit.

Peringatan tiap waktu ditentukan dengan bunyi bel dan kentongan. Bila terlambat ada hukuman. Misalnya dipotong pitak rambutnya. Alif pernah tertidur saat harus sholat. Kakak kelas membangunkan dengan sorbannya. Dia sangat kaget saat itu, dan langsung sakit hati. Alif anak yang sensitive. Itu peringatan keras untuknya. Karena itu, 20 menit sebelum azan dia selalu berusaha sudah berada di dalam masjid.

Kadang lucu melihat reaksi anak2 sangat mendengar bel. Wajah2 mereka berubah panik, bergerak cepat, bersiap2 untuk sholat. Tapi disisi lain, aku mengkuatirkan kejiwaan mereka yang mungkin tertekan . Ahh, mungkin karena belum terbiasa saja, aku sering menghibur diri. Toh ini mengajarkan mereka untuk disiplin.

Alif mengeluhkan hal ini. Tidur tak cukup, katanya. "Baru mau mulai mimpi sudah harus bangun." :) Keluhan lain tentu saja tentang alat elektronik. Tidak ada yang dijinkan termasuk HP, radio, TV apalagi internet. "Cuma lampu, kipas angin dan setrika doang yang dibolehin.", cerita Alif ke adik iparku. Hehehe.

Alif memang mempunyai ketertarikan kepada berita. Kuperhatikan sejak kecil memang demikian. Dulu sering tiba2 dia menelponku di kantor mengabarkan kejadian heboh hari itu yang dilihatnya di TV. Pesawat jatuh, gunung meletus, gempa, peperangan adalah hal2 yang pernah dilaporkannya saat itu.

Dia merasa semua tercabik, terambil darinya. "Jadi kurang wawasan.", katanya.

Yah memang itu salah satu resiko berada di pondokan.

Metode pelajaran yang baru pun membuatnya sedikit tertekan. Dalam 5 jam pelajaran, 5 mata pelajaran pula yang harus dipelajari. Padat. Belum masalah bahasa baru yang dipelajari, bahasa Arab. Tapi mudah2an Alif memiliki talenta dibidang bahasa sehingga dia tidak terlalu sulit mempelajarinya.

Masalah sosialisasi merupakan masalah yang lebih berat untuk Alif, menurut aku dan suamiku. Dia tidak tertarik berada diantara teman2 barunya. Sulit menyesuaikan diri. Biarlah... biar dia belajar untuk berubah.

Ini pula yang membuatnya masih terus meminta kami menjenguknya setiap hari. Menemaninya karena dia tak mau dekat dengan teman2nya. :(

Tak apa ya Nak... namanya juga masih baru...

Ngobrol dengan orang tua murid yang lebih dulu masuk, proses penyesuaian diri bisa sampai 3 sampai 6 bulan. Bismillah... semoga Alif bisa melaluinya dengan baik.

Ada beberapa perubahan positif yang tampak belakangan ini. Alif mulai menghargai apa arti orang tua. Dia mengaku selalu mendoakan kami sekarang. Alhamdulillah. Saat pamit pulang, kami dilepasnya dengan ciuman panjang yang mustahil dilakukannya sebelum ini. Hehehe...

Kami yakin ini adalah saat yang tepat Alif di pesantren. Saat memasuki akil baliq. Saat belajar dewasa. Saat perilakunya masih bisa dibentuk. Insyallah.

Wednesday, April 17, 2013

SYUKUR


Beberapa waktu lalu, farewell party untuk pak Kardi diselenggarakan di Raja Rasa Restoran di kawasan Jl. Ampera, Jakarta Selatan. Sipakah pak Kardi? Beliau adalah salah satu prajurit (atau kesatria?) dari team sales di perusahaan tempatku bekerja. Perlu dicatat, Pak Kardi akhirnya benar2 pensiun untuk menikmati kehidupan di masa tuanya setelah melalui 2 kali perpanjangan masa kerja. It seems that company cannot release him easily, mengingat attitude-nya yang luar biasa. Pak Kardi adalah legenda, the role model, yang terus bisa menjaga semangat dalam bekerja.

Satu pertanyaan besar buatku, bagaimana Pak Kardi yang bekerja hampir selama 30 tahun dapat menjaga semangat, motivasi, passion-nya dalam bekerja. Apakah karena kebutuhan hidup, karena keluarga, istri, anak atau cucu? Atau ada peristiwa besar lain dalam hidupnya? Dan… malam itu misteri itu terpecahkan J

Dalam “pidato” perpisahannya, Pak Kardi menceritakan “sejarah” kerjanya mulai dari awal di perusahaan ini. Dengan back ground pendidikan yang tidak memenuhi syarat, dia berhasil bergabung dan bekerja di perusahaan yang menurut dia cukup besar. Bahkan besar untuk ukuran dunia. Semua karena dia selalu menunjukan semangat kerja diatas rata2. Selalu men-deliver pekerjaan yang lebih baik/besar dari yang diminta darinya.

Waktu itu, saat salesman tidak masuk, Pak Kardi sebagai driver langsung menawarkan dan mencari order sendiri. Dan seorang petinggi memperhatikan itu.

Pelajaran apa yang aku dapat dari sesosok Pak Kardi? Beliau sangat mensyukuri apa yang didapatkan dalam hidupnya. Sebuah pekerjaan dari sebuah perusahaan besar multinasional, yang pada akhirnya dapat terus memelihara motivasi dan semangatnya dalam bekerja.
Hmmm… dibandingkan dengan aku dan mungkin kebanyakan kita yang lebih sering mengeluh dengan apa yang terjadi pada kehidupan ini, Pak Kardi memang layak menjadi seorang Legend.

Monday, January 14, 2013

Masak-masak sendiri... Makan-makan sendiri... :)

Finally I have time to do some cooking. And most of it were for a very first time! :D


Fetucinne
Mashed Potato
Off course Burger
Persiapan Kedelai Bubuk Lebaran
Apel Kismis Jeruk... Kecuuutttt!
Nugget Ayam for Alif
My very first Sop Kambing

Balado Paria Kentang
Mie Goreng
Opor Ayam

Steam Kerapu, maksudnyahhh
In the original form of Bolu Kukus
My very first Urap. Maknyusss!!
Special Sweet Pop Corn
Bolu Kukus
Jagung Bakar
Rambutan
Susu Soda

Membaca

Iqra. Bacalah!

Kepekaan hati nuraniku sepertinya sedang dibukakan oleh Allah. Aku sedang senang mengikuti tausiah Ustadz Yusuf Mansur melalui youtube. Wisata Hati, siaran harian subuh di sebuah stasiun televisi. Memang benar, sedikit saja kita melangkah kepadaNya maka Dia berlari menuju kita. Mudah2an.

Setelah pertemuan dengan bapak dan 2 anaknya di mini market itu, tiba2 aku teringat teman kerja lamaku. Sudah lama sekali aku mengiyakan untuk bertandang ke rumahnya saat dia mengundangku dulu. Tapi selama ini terasa berat karena tempatnya yang jauh. Tapi hari itu, walau hujan sepanjang hari, hatiku terasa ringan melangkah untuk bersilaturahmi dengannya.

Aku menanyakan sekali lagi via sms, dimana alamat rumahnya. Dia memberikan ancer-ancer ke rumahnya. Terbesit sebuah pertanyaan, kenapa yang diberikan adalah arah sedangkan aku bertanya alamat?

Alhamdulillah, walau hujan, perjalanan sangat lancar. Mungkin memang perjalanan silaturahmi dimudahkan olehNya. Sampailah aku di suatu desa di Cikande, Serang. Memasuki rumahnya, aku sempat terhenyak dengan keadaan rumah temanku ini. Diluar dari lingkungannya yang asri, bahan bangunan rumahnya murni terbuat dari gedek. MasyaAllah. Benar-benar tidak kusangka kehidupan dia dan keluarga nya selama ini. Tapi, bertolak belakang dengan persepsiku yang ada dalam benakku, aku menangkap aura ketenangan di dalamnya. Kebahagiaan keluarganya, anak2nya yang pintar dan sehat, rumah yang bersih dan wangi. Apakah ini gambaran keluarga Sakinah, Mawaddah wa Rahmah? InsyaAllah.

Satu pelajaran yang aku dapat hari itu, bahwa kehidupan yang sederhana pun ternyata bisa membawa ketenangan dan kebahagiaan. Siapa bilang mempunyai rumah berdinding bambu, beralas tanah selalu  membuat seseorang bersedih hati, berkeluh kesah? Di dalam keterbatasan hidupnya, dia Diana temanku, hidup berbahagia bersama keluarganya. Alhamdulillah.

Senang aku mendengar Mbak Ning, kakak Diana, yang bertempat tinggal bersebelahan, membuat kue-kue kecil dan menjajakannya berkeliling. Terkenal dia di daerah itu sebagai si tukang kue. Bukti bahwa beliau tidak berpangku tangan tapi berusaha sekuat tenaganya. Subhanallah...

Ya Allah, terimakasih atas satu lagi pelajaran hidup yang kau berikan padaku. Bersyukur dan menerima suratanMu adalah yang terpenting...

Investasi ala Alif

Menurutku Alif adalah seorang pengamat. Dia berbakat mengamati apa yang terjadi di sekelilingnya. Dan aku bersyukur dan berbangga atas karunia ini. Bukan kah menjadi "pembaca" adalah yang diperintahkan oleh-Nya? Be frankly, pengamatanku sendiri mungkin tidak secermat Alif.

Seiring dengan pembelajaranku dengan dunia investasi, Alif tiba-tiba meminta aku untuk mengubah tabungannya ke dalam bentuk emas. Sementara, menurutku ini adalah titik kulminasi dia memahami investasi saat ini. Walaupun ujung-ujungnya tujuan dia menabung adalah untuk beli mainan. Tak apalah.

Rupa2nya dia mengamati apa yang aku lakukan sehari-hari dan "menguping" pembicaraanku dengan suami. Dia mengerti, menabung tak dapat mengalahkan inflasi. Dan dengan mengubah bentuknya menjadi emas, dia berharap ada pertambahan nilai di sana. Hehe.. aku hanya mengamini nya saja.

Sepertinya Alif memang tertarik terhadap dunia finansial. Mulai umur sekitar 3 tahun aku mengajarinya menabung. Maksudku adalah agar dia mengenali mata uang dan sekalian belajar menghitung. Setelah berapa lama, aku mengajaknya membuka tabungannya. Tentu saja kebanyakan uang nya adalah uang receh. Saat itu dia menyebut "uang" untuk uang kertas dan "duit" untuk uang receh. Hahaha...

Agak lama kami memilah, menyusun dan menghitung uang receh dan juga sedikit uang kertas. Karena nilai uang kertas lebih besar dari pada uang receh, tentu saja menghitung uang kertas lebih cepat dan pertambahan nilainya pun lebih banyak. Setelah kami selesai menghitung, sejenak Alif tampak berpikir dan kemudian berkata dengan sedikit berteriak, "Kalau gitu, ibu kasih aku uang yang seperti ini saja (menunjuk 5000-an)". Sedikit terhenyak aku berpikir, secepat itu dia mengambil kesimpulan bahwa "uang" lebih besar nilainya daripada "duit. Aha!

Sampai saat ini pun di sekolah Alif menunjukan ketertarikannya pada matematika. Di kelas 2 dia sudah diwajibkan menghafal perkalian sampai seratus. Tapi karena aku lebih percaya pada logika daripada sekedar hafalan, aku tak memaksanya menghafal. Hasilnya, dia memang agak kesulitan dengan pelajaran tersebut pada awalnya. Tapi kemudian, dia menemukan caranya sendiri bagaimana mengalikan dengan bantuan rumus sederhana yang dikreasikannya sendiri.

Di kelas V ini, logika berpikirnya menjadi lebih baik. Bahkan terkadang aku kesulitan mengikuti cara berpikirnya. Pekerjaan rumah mempunyai hasil sama dengan cara lamaku, tapi dia mengerjakan dengan cara yang berbeda.

Saat aku kembali ke rumah dari sebuah workshop tentang Technical Analyis saham. Alif mendekatiku sambil melihat layar komputer ku. Dia masih bersekolah kelas III atau IV. Saat itu aku sedang berusaha membaca pola dari grafik sebuah emiten. Melihat ketertarikannya, sekalian saja aku jelaskan materi yang berhubungan dengan itu. Seketika dia berkomentar bahwa pola yang terlihat di layar adalah pola tertentu. Ha? Tentu saja aku takjub! Aku yang sudah beberapa lama mengamati dan masih belum menemukan pola yang tepat, Alif lebih cepat melihatnya!

Dan sering kali sekarang, sepulang sekolah dia mengelilingi tempat duduk ku dan bertanya, "Untung berapa hari ini, bu?" hahahahahaaaa...

Pernah juga suatu kali dia berkeras bertanya keuntungan yang aku dapat hari itu dan juga modalnya. Tanpa mengetahui arti dari kata "persentase" dia berkomentar, "Koq kecil sekali, bu? Untuk untung cuma segitu, modal yang ibu pakai besar." Hahahaahaaaa.... Alif... Alif... kamu kritis sekali nak!

Pertemuan di sebuah Mini Market



Selasa, 8 Jan 2013

Siang ini dlm perjalananku menjemput anakku pulang sekolah, aku mampir di sebuah mini market. Masih ada waktu krn Alif mengikuti ekstra kurikuler hari ini, sehingga pulang lebih lama dari jadual biasanya.

Tujuan utamaku sebenarnya mengambil uang di ATM, tapi kemudian spt biasa akhirnya aku belanja lihat ini dan itu. Kebanyakan sih snack karena kebutuhan utama biasanya sdh sedia di rumah.

Saat melihat2, aku berpapasan dg seorang bapak dan 2 anak nya yg masih kecil. Perempuan dan lelaki. Mungkin mereka masing-masing sekolah kelas 1 dan 4 SD. Si bapak dari penampilannya, aku menilai, mungkin berprofesi sebagai tukang ojek. Umurnya tidak lagi muda. Sekitar 50 tahun, mungkin.

Sang bapak langsung menuju rak sabun colek, dan sang anak berlarian ke sana kemari mencari kebutuhan belanja mereka.

Seketika perhatianku tertuju kepada mereka. Sama sekali tak menghampiri lorong makanan atau minuman, satu hal yg sangat berbeda dengan aku. Aku mahfum, mereka hanya mencari kebutuhan utama mereka.

Si anak perempuan yang lebih besar, terus membantu dan mengingatkan ayahnya, apa saja yang perlu mereka beli. 1 sachet sabun colek ukuran agak besar, 4 buah sabun mandi yg berharga seribuan, 1 botol kecil minyak kayu putih, 1 botol bedak powder dan terakhir 1 botol minyak wangi semprot. Tak yakin, yang terakhir seperti yang diminta ibu mereka atau keinginan si anak :).

Ketika aku mengerti dalam belanjaan mereka tidak ada makanan kecil yang biasanya disukai anak-anak, aku merasa sedikit terusik sekaligus terenyuh. Ini sama sekali berbeda dari kebiasaan sebagian besar anak2, kebiasaan anakku, yang seringkali merengek minta makanan kecil. Sepertimya aku tahu anak2 itu memahami keadaan orang tuanya atau mungkin bahkan tidak terbiasa makan makanan kecil (snacking)?, sehingga mereka tidak memintanya? ¯\_()_/¯ entahlah .

Seketika aku ingin menyenangkan anak2 itu, membelikan permen, biskuit dan susu. Sekedar membuat anak2 itu sedikit mencicipi makanan yg biasa aku makan.

Bergegas aku mengambil produk makanan dan minuman yang kumaksud dan bergegas ke kasir berusaha mendahului mereka membayar.

Setelah transaksi selesai, segera aku serahkan bungkusan plastik untuk anak2 itu dan kuserahkan kepada sang bapak lalu pulang.

Satu pelajaran nyata yg sangat berharga buatku. Bahwa betapa beruntungnya aku dg kehidupanku sekarang yang seharusnya tidak aku sia-siakan. Mengajari aku satu bab pelajaran berhemat. MasyaAllah.

This story might not an extraordinary to some people. But for me, it is indeed.

Terimakasih ya Allah, atas pelajaran kehidupan yang kudapat hari ini...

Ya Allah, jadikanlah aku, anakku dan keluarga orang2 yg selalu bersyukur padaMu. Tidak kufur akan nikmatmu. Berikanlah kami rejekiMu yang halal dan berkah. KepadaMu lah kami berlindung.

"Maka nikmat TuhanMu yang manakah yang engkau dustai?"

Subhanallah walhamdulillah.